10 Kelainan Kongenital pada Bayi, Penyebab & Pengobatannya

Ditulis oleh : Theofilus Richard
Ditinjau oleh : Dr. dr. Indri Lakhsmi Putri, Sp.BP-RE (KKF)
Dr. dr. Indri Lakhsmi Putri Sp.BP-RE (KKF)Dokter Spesialis Bedah Plastik
Konsultasi dengan Dokter
Kelainan kongenital pada bayi bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor - AlteaCare | Foto: jcomp/Freepik

Kelainan kongenital pada bayi bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor - AlteaCare | Foto: jcomp/Freepik

Kamis, 22 Juni 2023

Sebagian anak lahir dengan kondisi kurang beruntung atau dalam bahasa ilmiah disebut kelainan kongenital. Beberapa jenis kelainan kongenital pada bayi ini bisa dikoreksi melalui prosedur pembedahan.

Pada prinsipnya, kelainan kongenital adalah kondisi abnormal yang dialami bayi saat lahir. Kondisi kelainan yang dimaksud bisa terlihat dari perbedaan fisik bayi dengan bayi lainnya atau kelainan fungsi organ tubuhnya.

Berdasarkan data WHO, kelainan bawaan ini menyebabkan kematian pada 170 ribu anak pada usia 1 bulan hingga 5 tahun.

Sayangnya, sampai saat ini, faktor penyebab bayi lahir dalam kondisi kurang beruntung tersebut belum diketahui secara pasti. Namun, para pakar menduga bahwa gangguan ini ada hubungannya dengan faktor genetik atau lingkungan.

Lalu, apa saja jenis kelainan kongenital pada bayi tersebut? Berikut adalah pembahasan lengkapnya.

Penyebab Kelainan Kongenital

Sobat Altea pasti ingin tahu lebih lengkap, 'kan, bagaimana faktor genetik dan lingkungan memengaruhi kondisi bayi? Simak paparan berikut, ya!

1. Kelainan Genetik

Kelainan genetik bisa saja diturunkan oleh pihak ayah atau ibu sang bayi.

Menurut penelitian yang dimuat the BMJ, kelainan ini dihasilkan dari adanya jumlah kromosom yang abnormal. Seperti yang diketahui, fungsi kromosom adalah memastikan DNA tetap berada di tempat terjadinya pembelahan sel.

Proses pembelahan sel inilah yang sangat penting dalam pertumbuhan organ.

2. Faktor Lingkungan

Kelainan kongenital juga bisa disebabkan adanya paparan zat atau agen tertentu. Zat atau agen ini bisa berupa zat kimia, obat-obatan, infeksi virus, radiasi, dan faktor lainnya.

Makanya, untuk Anda yang sedang hamil, harus berhati-hati mengonsumsi obat-obatan. Pastikanlah obat yang dikonsumsi telah melalui penilaian dari dokter.

10 Jenis Kelainan Kongenital

Berikut adalah beberapa jenis kelainan yang bisa dialami oleh bayi saat baru lahir.

1. Bibir Sumbing

Bibir sumbing adalah kondisi abnormal di mana terdapat celah pada bibir, langit-langit mulut atau keduanya.

Gejala kelainan ini sebenarnya bisa terjadi pada usia 6 sampai 11 minggu kehamilan. Pada usia tersebut, seharusnya jaringan tubuh menyatu membentuk bibir dan mulut.

Namun, ketika jaringan-jaringan tersebut tidak bergabung, terjadilah gejala bibir sumbing.

Menurut Dokter Spesialis Bedah Plastik Konsultan Kraniofasial Rumah Sakit Mitra Keluarga Kenjeran, Dr. dr. Indri Lakhsmi Putri, Sp.BP-RE (KKF), bibir sumbing adalah kelainan kongenital dengan jumlah kasus terbanyak di Indonesia.

“Perbandingannya satu banding 1.000. Artinya, dari setiap 1.000 bayi yang lahir, ada satu bayi yang mengalami bibir sumbing,” tuturnya pada AlteaCare.

2. Microtia 

Microtia adalah kondisi saat bentuk telinga bagian luar tidak normal atau berukuran kecil. Pada beberapa anak, kelainan ini membuat mereka sulit mendengar.

Beberapa pakar meyakini, kondisi ini ada hubungannya dengan berat bayi lahir yang rendah, ibu yang sudah melahirkan banyak anak, penyakit akut yang dialami oleh ibu, penggunaan obat tertentu, dan mengalami diabetes saat hamil.

Untuk mengatasi masalah ini, anak perlu melalui beberapa kali prosedur operasi. Menurut Dr. dr. Indri Lakhsmi Putri, Sp.BP-RE (KKF), secara umum, operasi microtia berlangsung dalam dua tahap.

“Tahapan pertama, kita memasukkan rangka atau insersi. Setelah operasi ini, telinga masih menempel. Lalu, pada tahap kedua, kita memosisikan telinga agar tidak menempel kepala, atau memberdirikan telinga,” jelasnya pada AlteaCare.

Dia juga mengatakan, dalam beberapa kasus, ada pasien yang menerima tiga kali operasi. Operasi tahap ketiga ini merupakan tahap penyempurnaan.

3. Craniosynostosis

Craniosynostosis adalah kondisi kelainan pertumbuhan tengkorak yang menyebabkan bentuk kepala bayi tidak normal. Hal ini dikarenakan terjadinya kesalahan pada saat bayi berada dalam kandungan.

Jadi, tengkorak bayi terdiri dari beberapa tulang yang terpisah. Tulang-tulang ini sebenarnya akan tetap terbuka sampai bayi berusia sekitar dua tahun.

Dalam jeda waktu tersebut, tengkorak akan menyesuaikan diri dengan perkembangan otak. Kemudian, tulang-tulang tersebut baru menyatu setelah bayi berusia sekira dua tahun.

Namun, pada penderita craniosynostosis, tulang-tulang ini bersatu lebih cepat sehingga membuat bentuk kepala menjadi tidak normal.

Selain itu, kata dokter Putri, komplikasi yang terjadi adalah otak membesar sedangkan ruangnya tidak ada sehingga meningkatkan tekanan di dalam kepala. Jika dibiarkan, pasien bisa mengalami kebutaan, kejang-kejang, atau bahkan kematian.

Untuk mengatasi masalah ini, biasanya dokter akan melakukan operasi pembedahan untuk meringankan tekanan pada otak. Dengan begitu, diharapkan otak dapat bertumbuh dengan benar.

“Jadi kapan lakukan ekspansi tulang kepala? Kalau ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang disadari pasien,” kata dr. Putri.

4. Crouzon Syndrome

Sama seperti craniosynostosis, kelainan sindrom crouzon juga terjadi pada tulang tengkorak. Tulang tengkorak atau wajah pada penderita penyakit ini menutup terlalu cepat dalam masa pertumbuhan.

Akibatnya, pertumbuhan otak terganggu dan bentuk wajah jadi tidak normal. Kemudian, untuk gejala lainnya, akan berbeda pada setiap anak.

Ada yang bahkan penglihatannya menjadi kurang bagus, pertumbuhan gigi bermasalah, kesulitan mendengar, kesulitan bernapas, dan hidrosefalus.

5. Apert Syndrome

Apert syndrome adalah kelainan genetik yang menyebabkan tulang beberapa bagian tubuhnya menyatu dan bentuknya tidak normal. Misalnya, tulang beberapa jarinya menyatu atau telapak tangan melengkung.

Selain itu beberapa gejala yang umum terjadi di antaranya adalah:

  • dahi menonjol dan tulang tengkorak lebih tinggi
  • rahang atas tidak berkembang dengan baik
  • bentuk hidung, jari, mata yang tidak normal
  • kemampuan melihat dan mendengar kurang baik
  • kesulitan bernapas karena lubang hidung kecil
  • keringat berlebih saat tidur karena kelenjar keringat hiperaktif

Sampai sekarang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa peneliti meyakini kelainan ini disebabkan mutasi gen yang terjadi di awal kehamilan.

6. Facial Cleft

Facial cleft atau sumbing wajah adalah kelainan bawaan yang menyebabkan adanya celah di beberapa bagian wajah. Hal ini terjadi karena ketidaksempurnaan pembentukan wajah selama proses kehamilan.

Dalam penanganannya, anak penderita facial cleft harus menjalani operasi. Prosedur operasi yang dilakukan bertujuan memperbaiki bentuk wajah beserta fungsinya.

Hal ini dikarenakan kondisi facial cleft akan membuat anak sulit berbicara dengan lancar, makan dengan baik, dan lain-lain.

7. Hidrosefalus

Hidrosefalus adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cairan serebrospinal di rongga jauh di dalam otak. Akibatnya, ukuran ruang jantung atau ventrikel jadi lebih besar dan menekan otak.

Pada kondisi normal, cairan serebrospinal akan mengalir melalui ventrikel dan menggenangi otak serta tulang belakang. Namun, tekanan akibat kelebihan cairan ini malah merusak jaringan otak dan mengganggu fungsinya.

Gejala umum yang biasa terjadi pada penderita hidrosefalus adalah:

  • ukuran kepala yang melebihi ukuran kepala normal
  • mual dan muntah-muntah
  • sering mengantuk
  • tidak bisa makan banyak
  • kejang
  • tubuh lemah

Satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan prosedur operasi agar kadar cairan di dalam otak dapat normal kembali.

8. Hemifacial Microsomia

Hemifacial atau craniofacial microsomia adalah kondisi kelainan pada perkembangan tulang tengkorak dan struktur tubuh. Organ yang biasanya terdampak adalah rahang bawah, rahang atas, telinga, jaringan lunak wajah dan otot, serta saraf di wajah.

Maka dari itu, penderita hemifacial microsomia biasanya memiliki bentuk wajah yang tidak simetris antara bagian kiri dan kanan wajahnya.

Tidak hanya memengaruhi penampilan, kondisi ini juga akan memengaruhi saluran pernapasan, gerakan pada wajah, cara bicara, cara makan, dan pendengaran. Untuk mengatasinya, anak yang mengalami kelainan ini harus menjalani terapi dan operasi.

9. Treacher Collins Syndrome

Apakah Sobat Altea pernah nonton film Wonder (2017) yang dibintangi Julia Roberts dan Owen Wilson? Nah di film itu, karakter Auggie yang diperankan Jacob Tremblay menggambarkan seorang anak dengan kelainan Treacher Collins Syndrome.

Treacher Collins syndrome adalah salah satu kelainan genetik yang menyebabkan pembentukan wajah dan tengkorak tidak normal.

Gejala yang biasa dialami di antaranya adalah:

  • mata mengarah ke bawah
  • wajah terlihat tertekuk seolah-olah sedih
  • tulang pipi kecil
  • tidak memiliki kelopak mata
  • pernapasan terganggu
  • bentuk telinga tidak normal (microtia)
  • perkembangan dagu yang tidak sempurna

Kondisi tersebut hanya bisa diperbaiki melalui prosedur operasi. Jika anak atau kerabat Anda ada yang mengalami hal ini, segeralah buat rencana untuk konseling dan operasi.

10. Pierre Robin Sequence

Pierre Robin Sequence adalah kelainan yang memengaruhi perkembangan wajah dan mulut. Kelainan ini dipercaya terjadi saat janin masih berada dalam kandungan.

Beberapa gejala yang umum terjadi di antaranya adalah sebagai berikut:

  • rahang bawah kecil
  • lidah besar dan mundur ke belakang mulut
  • langit-langit mulut menutupi bagian belakang tenggorokan
  • sulit bernapas
  • sulit makan
  • sulit berbicara

Untuk mengatasinya, diperlukan pembedahan untuk memperbaiki posisi lidah dan rahang, terapi bicara, serta latihan pernapasan.
Itulah sejumlah kelainan kongenital pada bayi yang harus kita ketahui.

Pemeriksaan yang menyeluruh saat hamil sangat penting untuk mengetahui kelainan ini.

Namun, bila bayi terlahir dengan kondisi seperti ini, Anda bisa buat janji dengan Dr. dr. Indri Lakhsmi Putri, Sp.BP-RE (KKF) di AlteaCare untuk mendapatkan penanganan yang tepat

Yuk, unduh aplikasi AlteaCare dan segera buat janji dengan dokter spesialis andalan!





Sumber:

  • WHO. Diakses pada Maret 2023. Congenital disorders
  • Marcia L Feldkamp, John C Carey, Janice L B Byrne, Sergey Krikov, dan Lorenzo D Botto. Etiology and clinical presentation of birth defects: population based study. BMJ, 357: j2249
  • National Institute of Dental and Craniofacial Research. Diakses pada Maret 2023. Cleft Lip & Palate
  • Daniela V. Luquetti, et al. (2013). Microtia: Epidemiology & Genetics. American Journal of Medical Genetics Part A, 158A(1): 124–139
  • Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada Maret 2023. Craniosynostosis
  • Children Hospital. Diakses pada Maret 2023. What is Crouzon syndrome?
  • Children Hospital. Diakses pada April 2023. Apert Syndrome
  • Craig B. Birgfeld, M.D. dan Carrie Heike, M.D., M.S. (2012). Craniofacial Microsomia. Seminars in Plastic Surgery, 26(2): 91–104
  • Christopher C. Chang, M.D dan Derek M. Steinbacher, M.D., D.M.D. (2012). Treacher Collins Syndrome. Seminars in Plastic Surgery, 26(2): 83–90
  • Rare Disease. Diakses pada April 2023. Pierre Robin Sequence
  • Cincinnati Childrens. Diakses pada April 2023. Pierre Robin Sequence
  • Wawancara dengan dr. Indri Lakhsmi Putri, Sp.BP-RE (KKF), Jumat, 28 April 2023
0 Disukai
0 Komentar