Emosi Bikin Lapar dan Makan Berlebihan? Ini Penyebabnya!

Ditulis oleh : Irene J. Meiske
Ditinjau oleh : dr. Icha Leandra Wichita
Emotional eating adalah rasa lapar yang muncul berbarengan luapan emosi - AlteaCare | Foto: Envato

Emotional eating adalah rasa lapar yang muncul berbarengan luapan emosi - AlteaCare | Foto: Envato

Kamis, 13 Januari 2022

Makan saat lapar? Normal. Pertanyaannya, laparnya karena apa? Kalau memang sudah waktunya makan dan perut keroncongan, silakan. Tapi karena sedang emosi, kesal, marah, atau sedih? Jangan. Ini bukan lapar betulan!

Kalau Sobat Altea sering lapar kepengin makan saat emosi sedang menjadi-jadi, ini pertanda Anda suka emotional eating. Kebiasaan makan ini bukan untuk penuhi kebutuhan fisik, melainkan emosional.

Yuk, bedakan lapar fisik dan lapar emosi

Sesekali makan banyak di acara keluarga? Tidak masalah. Tapi, sebagian orang sulit kendalikan emotional eating dan efeknya tidak baik buat kesehatan.

Pertama, makan berlebihan tidak lantas memenuhi kebutuhan emosional. Selain itu, terbiasa lari dari jeratan emosi ke makanan malah bisa bikin badan tambah gemuk.

Kalau kita mau lepas dari emotional eating, sebaiknya bedakan dulu antara lapar fisik dan lapar emosi.

Ciri-ciri lapar fisik:

  • Munculnya sedikit demi sedikit dan bisa ditunda kalau Anda sedang tanggung kerja
  • Setelah isi perut dengan makanan yang tersedia, Anda kenyang
  • Begitu kenyang, Anda berhenti makan dan kembali beraktivitas
  • Tidak ada rasa bersalah karena baru makan

Sementara ciri-ciri lapar emosi:

  • Munculnya mendadak dan mendesak harus segera makan
  • Yang diinginkan jenis makanan yang spesifik, misalnya yang manis atau gurih
  • Makannya lebih banyak dari biasanya dan sulit berhenti
  • Merasa bersalah selesai makan

Tanda-tanda lain kalau Anda mengalami emotional eating adalah:

  • Makan bukan pada jam makan, tapi karena sedang stres
  • Dalam kondisi lapar maupun kenyang, Anda tetap makan
  • Makan sebagai pelampiasan perasaan tidak enak, seperti sedih, kesal, atau bosan
  • Menjadikan makanan sebagai reward buat diri sendiri, misalnya karena sukses presentasi proposal

Penyebab Anda mengalami emotional eating

Mungkin Anda bertanya, “Dulu saya makannya normal, kok. Kenapa sekarang bawaannya mau makan kalau lagi emosi?”

Perubahan dalam hidup adalah akar utama penyebab kita jadi gampang lapar emosi. Berikut ini beberapa pemicunya:

1. Stres

Termasuk yang sering scrolling makanan di layanan antar online atau mendadak mau kunyah yang manis-manis saat stres kejar deadline? Kesalahan bukan cuma di pikiran Anda.

Faktanya, saat stres tubuh memproduksi hormon kortisol. Hormon ini bisa bikin kita craving makanan yang gurih, manis, atau gorengan. Kenapa jenis makanan ini? Karena bisa kasih energi sekaligus sensasi menyenangkan ke tubuh.

Orang yang alami stres kronis, misalnya karena masalah kerja, sekolah, kuliah, sampai problem rumah tangga, biasanya punya level hormon kortisol yang tinggi dalam tubuhnya.

Semakin tidak bisa kontrol stres, kita semakin cenderung lari ke makanan supaya bisa dapat pelampiasan emosi, bukan karena lapar.

Baca juga: Stres Bisa Bikin Badan Tambah Melar, Ini Alasannya!

2. Memendam emosi

Sebagian dari kita sering memendam rasa marah, takut, sedih, cemas, malu, atau kesepian. Setelah tak tahan lagi, yang dilakukan malah makan.

Secara psikologis, orang cenderung menghubungkan makanan dengan rasa nyaman. Makanan tidak lagi jadi pemuas lapar, tapi penyaluran emosional. Kegiatan makan dilakukan tanpa sadar apa yang dimakan. Pokoknya, makan sampai perasaan jadi lebih enak. Efeknya buat emosi cuma sementara. Tapi berat badan bisa naik bablas.

3. Bosan

Inilah yang sering kita rasakan saat harus di rumah saja selama pandemi. Emotional eating muncul untuk mengisi waktu. Kalau sebelumnya kita sibuk bergerak sana-sini, saat pandemi mulut kita yang sibuk mengunyah.

Bila dilakukan sesekali saja, boleh saja. Tapi kalau selama berbulan-bulan pandemi Anda terbiasa ngemil padahal tidak lapar, coba deh cek berat badan dan status kesehatan.

4. Kebiasaan sejak kecil

Apa orangtua sering beri hadiah es krim, permen, atau kue kalau Anda bersikap manis, nilai rapor bagus, atau menangis karena jatuh? Anda bisa jadi terbiasa jadikan makanan sebagai solusi emosi.

Menurut studi yang dimuat di jurnal Eating and Weight Disorders-Studies on Anorexia, Bulimia and Obesity, emotional eating sering dilakukan anak untuk menghalau emosi negatif serta rasa bosan.

Makannya cenderung berlebihan dan pilihannya makanan berkalori tinggi serta snack tidak bernutrisi.
Ini ternyata bisa terbawa sampai dewasa. Anda terbiasa jadikan makanan sebagai hadiah kalau berhasil mencapai sesuatu.

Penyebab emotional eating bisa diatasi dengan minta bantuan ahli. Daripada Anda coba-coba diet yang bisa bahayakan diri sendiri, lebih baik bicara dengan psikolog, psikiater, atau dokter spesialis gizi.

Para ahli ini akan bantu Anda menemukan penyebab sering makan saat dilanda emosi padahal tidak lapar. Yuk, coba telekonsultasi di AlteaCare dengan dokter spesialis andalan yang sudah berpengalaman. Unduh AlteaCare sekarang dan daftarkan diri di sini, ya!


Sumber:

  • Help Guide. Diakses pada September 2021. Emotional Eating and How to Stop It
  • Kids Health. Diakses pada September 2021. Emotional Eating
  • University of Michigan Health. Diakses pada September 2021. Emotional Eating
  • MedicineNet. Diakses pada September 2021. Emotional Eating
  • Healthline. Diakses pada September 2021. 13 Ways to Stop Eating When Bored
  • Rhee, K. E., Boutelle, K. N., Jelalian, E., Barnes, R., Dickstein, S., & Wing, R. R. (2015). Firm maternal parenting associated with decreased risk of excessive snacking in overweight children. Eating and Weight Disorders-Studies on Anorexia, Bulimia and Obesity, 20(2), 195-203.
0 Disukai
0 Komentar