ilustrasi wanita dan pasangan yang lebih tinggi (sumber: Freepik.com)

6 Alasan Wanita Suka Pria Tinggi secara Ilmiah

Ilustrasi hidup sendiri (sumber: Freepik.com/wirestock)

7 Cara agar Hidup Sendiri Lebih Bahagia. Manfaatkan Waktu!

Ilustrasi gaya hidup minimalis (sumber: Freepik.com)

Pengertian Gaya Hidup Minimalis, Manfaat & Caranya

Terapi suara memanfaatkan bunyi-bunyian untuk meningkatkan kesehatan - AlteaCare | Foto: Freepik

Musik sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dalam hidup kita. Bahkan, musik digunakan sebagai bagian dari terapi suara untuk meningkatkan kualitas kesehatan fisik dan mental. Apakah Sobat Altea pernah mendengar mengenai terapi ini? Pada prinsipnya, terapi suara adalah jenis terapi yang menggunakan beberapa jenis musik dan bunyi-bunyian yang disertai dengan refleksi mendalam terhadap diri sendiri. Dalam praktiknya, terapi ini melibatkan beberapa elemen. Di antaranya adalah: <ul><li>mendengarkan musik </li><li>menyanyi </li><li>berdansa mengikuti irama musik </li><li>meditasi </li><li>memainkan alat musik </li></ul>Melansir Healthline, terapi penyembuhan menggunakan bunyi-bunyian ini dipercaya berasal dari Yunani kuno. Saat itu, musik sudah digunakan untuk mengatasi gangguan kesehatan mental. Seiring waktu, musik digunakan untuk meningkatkan moral dan daya juang pasukan militer, membantu orang lebih produktif, dan bahkan dipercaya dapat mengusir energi negatif. Ketika dunia ilmiah sudah semakin maju, banyak peneliti yang meneliti mengenai dampak musik terhadap kesehatan hingga dijadikan sebuah terapi khusus. Anda ingin tahu bagaimana terapi suara ini bekerja? Yuk, simak paparan lengkap berikut ini! <h2>Cara Kerja Terapi Suara </h2>Sebenarnya, bagaimana suara atau musik dapat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang masih belum dapat dijelaskan secara pasti. Namun, para peneliti meyakini bahwa musik mempengaruhi beberapa bagian otak. Bagian yang dimaksud adalah area sensor dan kognitif. Kedua bagian ini mempengaruhi persepsi kita terhadap rasa sakit, fokus, ekspektasi, kecemasan, dan dorongan untuk melakukan sesuatu. Selain itu, cara kerja terapi ini hingga dapat mempengaruhi seseorang pun tergantung pada jenis terapi yang digunakan. Ada beberapa orang yang cukup hanya dengan <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Umum/artikel/tak-cuma-bikin-happy-inilah-7-manfaat-musik-untuk-kesehatan-1655823459068" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">mendengar musik</a> sambil duduk manis saja saat terapi. Lalu, ada yang sambil berdansa, menyanyi, dan lain-lain. Anda mau tahu apa saja jenis terapi musik tersebut? Baca artikelnya sampai selesai, ya! <h2>Jenis Terapi Suara </h2>Berikut ini adalah beberapa jenis terapi suara yang biasa digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan. <h3>1. Meditasi dengan Panduan </h3>Biasanya terapi ini disertai dengan latihan pernapasan. Jadi, kita akan melakukan meditasi sambil dipandu oleh instruktur. Instruktur akan memberi petunjuk apa saja yang harus dilakukan, juga meminta kita mengucapkan mantra, bersenandung, atau mengeluarkan suara lainnya. <h3>2. Terapi Musik Neurologi </h3>Jenis terapi ini mengajak peserta untuk berkegiatan dalam musik. Kegiatannya berupa mendengarkan, menyanyi, berdansa, hingga menciptakan musik. Biasanya jenis terapi ini digunakan sebagai bagian dari rehabilitas fisik, pengelolaan rasa sakit, dan cedera otak. Bahkan, selain itu, terapi musik neurologi juga kerap digunakan dalam pengobatan penyakit Parkinson. Bagi pengidap Parkinson, terapi ini bertujuan membantu mengendalikan gerakan tubuh. Dengan berdansa mengikuti irama, koordinasi serta kekuatan ototnya diharapkan bisa meningkat. <h3>3. Metode Bonny </h3>Metode yang diciptakan oleh ilmuwan Helen L. Bonny, PhD ini, menggabungkan musik dan gambar dalam terapinya. Sambil memainkan musik, terapis akan menunjukkan beberapa gambar kepada peserta. Tujuannya adalah agar peserta mengeksplorasi pengalaman, kesadaran, dan transformasinya. Dalam beberapa penelitian, metode ini juga disebut berhasil diterapkan untuk meningkatkan kesehatan mental dan fisik orang dewasa. <h3>4. Terapi Nordoff-Robbins </h3>Melalui terapi ini, terapis akan mengajak peserta terapi untuk membuat musik atau tampil di panggung bersama-sama. Biasanya, terapi ini diterapkan untuk pengobatan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan, gangguan kesehatan mental, kesulitan belajar, autisme, dan lain-lain. <h3>5. Terapi Garpu Tala </h3>Pada terapi ini, terapis akan membunyikan garpu tala di beberapa titik tubuh peserta terapi. Getaran yang dihasilkan tersebut dipercaya dapat meredakan ketegangan dan membuat <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/8-cara-mengendalikan-emosi-tetap-tenang-dan-fokus-1655984065837" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">emosi lebih terkendali</a>. Selain itu, beberapa studi juga menyebut terapi ini dapat meredakan ketegangan otot dan mempercepat penyembuhan patah tulang. <h3>6. Terapi Musik Gelombang Otak </h3>Dalam terapi ini, terapis akan memutarkan musik dengan tempo dan frekuensi tertentu, yang diharapkan bisa memicu gelombang otak beresonansi pada frekuensi yang sama. Musik yang digunakan pun biasanya bertempo sangat pelan. Jika penasaran, Anda bisa mencari musik ini di berbagai platform dengan kata kunci "binaural beats". Terapi ini dipercaya dapat meningkatkan fokus dan ketenangan kita. Beberapa orang juga menggunakan musik dalam terapi ini untuk membantunya tidur. <h2>Manfaat Terapi Suara atau Musik </h2>Pemilihan terapi suara bisa disesuaikan dengan keluhan, karena dampaknya pun bisa berbeda-beda. Secara umum, terapi suara dapat membantu mengatasi beberapa gangguan berikut: <ul><li><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/gangguan-cemas-menyeluruh-1660016388288" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">gangguan kecemasan</a> </li><li><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/depresi-1656385494520" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">depresi</a> </li><li><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/gangguan-stres-pasca-trauma-1659441823433" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">post-traumatic stress disorder </a></li><li>demensia </li><li><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Anak/artikel/autisme-1657549279204" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">autisme</a> </li><li>gangguan belajar </li><li>kanker </li><li>stres </li><li>mood swing </li><li><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Penyakit%20Dalam/artikel/hipertensi" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">hipertensi</a> </li><li>kolesterol tinggi </li><li>rasa nyeri akibat cedera </li><li>penyakit jantung dan stroke </li><li><a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/insomnia-1656931224873" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">susah tidur</a> </li></ul>Itulah cara kerja dan manfaat terapi suara. Sobat Altea yang membutuhkan rekomendasi terapi yang tepat, video call dokter terpercaya di AlteaCare saja! Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber: <ul><li>Healthline. Diakses pada Februari 2023. The Uses and Benefits of Music Therapy </li><li>Lili Naghdi, MD CCFP; Heidi Ahonen, PhD MTA; Pasqualino Macario, DC; dan Lee Bartel, PhD. (2015). The effect of low-frequency sound stimulation on patients with fibromyalgia: A clinical study, 20(1): e21–e27 </li><li>Anna A. Bukowska, Piotr Krężałek, Elżbieta Mirek, Przemysław Bujas5 dan Anna Marchewka. (2016). Neurologic Music Therapy Training for Mobility and Stability Rehabilitation with Parkinson’s Disease – A Pilot Study. Frontiers in Human Neuroscience </li><li>Healthline. Diakses pada Februari 2023. The Uses and Benefits of Music Therapy </li></ul>

Cara Kerja Terapi Suara yang Efektif Atasi Penyakit

Hubungan interpersonal dapat dibangun dengan saling memahami satu sama lain - AlteaCare | Foto: tirachardz/Freepik

Memiliki hubungan interpersonal yang baik bisa jadi salah satu kunci untuk hidup bahagia. Sebab, kualitas hubungan dengan orang lain bisa berkontribusi untuk membuat hidup lebih bermakna. Yang dimaksud dengan hubungan interpersonal adalah hubungan sosial antara dua orang atau lebih di lingkungan yang sama. Hubungan tersebut dibangun atas dasar ketertarikan secara emosional satu sama lain. Nyatanya, di masa sekarang kita sering dikejutkan dengan fakta bahwa hidup kita ternyata dapat terisolasi dari orang lain. Yang jauh terasa dekat, yang dekat malah terasa jauh. Tidak sedikit dari kita yang pada akhirnya tidak punya banyak teman. Bahkan, studi yang dimuat di JAMA menyebutkan, jumlah orang dewasa di Amerika yang merasa kesepian terus meningkat waktu ke waktu. Sebagai makhluk sosial, kondisi kesepian dan terisolasi bisa berdampak pada kesehatan fisik maupun psikologis kita. Itu sebabnya, penting bagi kita untuk menjaga hubungan interpersonal yang baik. Lantas, apa saja yang bisa kita lakukan? Yuk, simak selengkapnya di sini! Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/sering-merasa-kesepian-ini-dampaknya-bagi-fisik-dan-jiwa" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">Sering Merasa Kesepian? Ini Dampaknya Bagi Fisik dan Jiwa!</a> <h2>Cara Menjaga Hubungan Interpersonal </h2>Sobat Altea yang ingin menjalin hubungan interpersonal yang kuat dan berkualitas dengan teman dan sekitar bisa coba lakukan cara berikut: <h3>1. Miliki Sikap Terbuka </h3>Keterbukaan menjadi salah satu kunci dalam menjaga hubungan interpersonal yang baik. Menurut studi dari Journal of Experimental Social Psychology, kuatnya hubungan interpersonal ditandai dengan kerelaan seseorang untuk berbagi kisah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan seperti ini menunjukkan bahwa kita ingin menjalin hubungan yang erat dengan orang lain. Sementara bagi pihak lain, keterbukaan ditandai dengan sikap mau menerima pemikiran dan perasaan orang lain. <h3>2. Jadi Pendengar yang Baik </h3>Hubungan yang baik dibangun dari atas dasar memberi dan menerima. Jadi, jangan hanya berfokus supaya didengarkan namun kita juga perlu mau mendengarkan orang lain. Sikap mendengarkan juga bukan hanya sekadar menyediakan telinga tapi tangan kita sibuk main ponsel, ya. Kita perlu mencerna dengan baik kata per kata apa yang disampaikan oleh orang lain. Beberapa cara untuk menjadi pendengar yang baik antara lain adalah: <ul><li>jangan interupsi orang yang sedang bicara </li><li>hindari sikap menghakimi dan godaan untuk terlalu banyak beropini </li><li>kontak mata saat bicara </li><li>ajukan pertanyaan sebagai imbal baliknya </li><li>formulasikan lagi apa yang sudah disampaikan oleh orang yang berbicara </li></ul><h3>3. Tunjukkan Empati </h3>Hubungan interpersonal perlu dibangun oleh empati yang kuat. Yang dimaksud dengan empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain serta merasakan apa yang mereka rasakan. Hal ini membuat kita jadi lebih dapat memahami orang lain, sehingga hubungan pun bisa semakin dekat. <h3>4. Beri Apresiasi </h3>Menjaga hubungan interpersonal bisa dengan cara memberi apresiasi untuk hal-hal kecil yang dilakukan oleh orang lain. Hal ini bisa membuat mereka merasa lebih bernilai dan dihargai. Bentuk apresiasi bisa dilakukan berterima kasih atau memuji tindakan yang sudah dilakukan orang lain. Semua orang pastinya ingin segala usahanya diingat dan dihargai. Sebaliknya, mereka pun akan dengan senang hati melakukan hal serupa pada kita. Sikap saling memberi pujian ini bisa membantu mengangkat suasana hati di saat hari kita sedang sulit. <h3>5. Berani Hadapi Konflik </h3>Konflik bukanlah sesuatu yang harus dihindari tapi perlu diatasi. Sebab, konflik sangat penting dalam setiap hubungan, begitu juga saat kita ingin membangun hubungan interpersonal yang kuat. Jadi, kalau mendapatkan penolakan atau ketidaksetujuan dari orang lain, kita perlu menerima dan dan mengevaluasinya bersama. Bila perlu, kita pun perlu meminta maaf. Tindakan meminta maaf bisa jadi menyakitkan bagi orang yang melakukannya dan butuh keberanian untuk menyampaikannya. Namun, ketika kita berani minta maaf, ini akan berbuah besar bagi hubungan interpersonal. <h3>6. Pahami Batasan </h3>Meski kita terbuka dengan orang lain, bukan berarti kita juga tidak mengenal batasan. Hal ini juga penting dalam menjaga hubungan interpersonal. Adanya batasan bisa membantu menciptakan harga diri dan rasa hormat atau respek dalam hubungan. Misalnya, saat minta orang lain tidak mengganggu saat weekend, kita juga memberikan pemahaman kalau pada waktu-waktu tersebut kita ingin ada family time. Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/manfaat-circle-pertemanan-buat-kesehatan-bisa-jadi-obat-1666939827292" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">Manfaat Circle Pertemanan Buat Kesehatan. Bisa Jadi "Obat"!</a> <h3>7. Habiskan Waktu Bersama </h3>Hubungan interpersonal tidak dibangun hanya satu atau dua malam saja. Butuh waktu yang panjang agar keduanya bisa saling akrab. Menurut studi dari International Association for Relationship Research, setidaknya kita perlu menghabiskan waktu tiga kali dalam sembilan minggu untuk mengenal orang lain lebih dekat. Selain itu, kualitas obrolan saat bertemu juga turut berpengaruh, lo! Itulah beberapa cara menjaga hubungan interpersonal. Sobat Altea yang mengalami kesulitan dalam membangun pertemanan, jangan ragu bercerita ke Psikolog atau Psikiater andalan di AlteaCare melalui video call. Yuk, unduh <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan atur jadwal konsultasi sekarang! Sumber: <ul><li>Hall, J., A. (2018). How many hours does it take to make a friend?. International Association for Relationship Research, Volume 36, Issue 4 </li><li>John, B., &amp; Griffin, JR. (1990). Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition. </li><li>Life Hack. Diakses pada Januari 2023. How to Maintain Strong Interpersonal Relationships </li><li>McGinty, E., E., Presskreischer, R., &amp; Han, H. (2020). Psychological Distress and Loneliness Reported by US Adults in 2018 and April 2020. (2020). JAMA Network;324(1):93-94 </li><li>Sprecher, S., Treger, S., Wondra, J., D., Hilaire, N., Wallpe, K. (2013). Taking turns: Reciprocal self-disclosure promotes liking in initial interactions. Journal of Experimental Social Psychology, Volume 49, Issue 5,Pages 860-866 </li><li>Very Well Mind. Diakses pada Januari 2023. How to Maintain Interpersonal Relationships </li></ul>

7 Cara Mempertahankan Hubungan Interpersonal

Sering lupa nama tapi ingat wajah sebenarnya adalah fenomena wajar - AlteaCare | Foto: drobotdean/Freepik

Sobat Altea sering bertemu seorang teman lama tetapi lupa nama? Hal itu sebenarnya wajar. Tapi, kita pasti sering heran, kok bisa kita ingat wajah dan fisiknya sementara namanya tidak lagi. Bertemu dengan kenalan atau teman lama di tempat umum dan acara tertentu bisa jadi “bencana” saat Anda sudah mau menyapa tapi gagal ingat siapa namanya. Seribu satu cara sudah Anda kerahkan supaya namanya muncul di ingatan. Tapi, reaksi yang muncul tetap seperti ini: <ul><li>“Itu siapa, ya, yang tinggi putih itu? Duh, dulu padahal sering ngobrol” </li><li>“Eh, si itu lewat, siapa, ya, namanya?” </li><li>“Wah, si itu yang dulu sering dihukum berdiri depan tiang bendera, lo! Duh, siapa ya namanya?” </li></ul>Akhirnya, Anda tidak jadi menyapa karena takut suasana jadi canggung. Secara ilmiah, kejadian seperti ini normal karena otak memang tidak didesain untuk mengingat nama orang. Soalnya, buat otak nama orang tersebut bisa jadi tidak dianggap penting dan tidak ada asosiasinya dengan hal-hal lain. Meski begitu, hal tersebut belum menjelaskan kenapa kita bisa lupa nama tapi ingat wajahnya. Penasaran ingin tahu alasannya? Yuk, simak berikut ini! <h2>Penyebab Sering Lupa Nama Meski Ingat Wajahnya </h2>Jika Anda melupakan nama seseorang, tidak perlu khawatir untuk dicap sombong. Faktanya, mengingat nama seseorang ternyata sulit untuk banyak orang. Bahkan, mengingat nama orang bisa jadi lebih sulit dibandingkan mengingat perjalanan hidupnya, termasuk soal hobi, pekerjaan, dan kisah cintanya. Sebab, untuk bisa mengingat nama, kita harus mengaitkannya dengan sesuatu yang bermakna. Sebagai contoh: Anda berkenalan dengan seseorang bernama Mita. Kalau ini terjadi saat Anda sedang antre di kafe, mungkin setelahnya nama Mita akan terlupakan. Lain halnya jika setelah antre di kafe Anda lalu minum kopi bersama Mita, ngobrol lagi lebih panjang, lalu menemukan kalau Mita dulunya kuliah satu kampus dengan Anda. Dengan adanya keterkaitan tersebut, kita akan lebih mudah mengingat nama Mita. Saat bertemu lagi, otak Anda akan langsung menghubungkan: “Oh itu Mita, waktu itu saya ketemu dia di kafe dan setelah ngobrol ternyata dia teman satu kampus!” Sementara itu, pakar lain mengatakan bahwa daya ingat pada nama seseorang bergantung pada tingkat ketertarikan kita. Misalnya, jika ada guru punya gaya seru kalau mengajar, misalnya lewat media games atau film. Bertahun-tahun mendatang, kita pasti akan ingat guru tersebut beserta materi yang diajarkannya. Sebaliknya, jika sejak awal guru tersebut tidak meninggalkan kesan, namanya pun akan lebih mudah dilupakan. Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Umum/artikel/5-cara-mencegah-pikun-di-usia-muda-perbaiki-gaya-hidup" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">5 Cara Mencegah Pikun di Usia Muda. Perbaiki Gaya Hidup!</a> <h2>5 Tips Mengingat Nama Orang </h2>Nama orang yang kita kenal hari ini mungkin belum meninggalkan kesan. Tapi, mungkin saja kita suatu hari akan kerja sama dengan mereka. Nah, karena itu kita perlu belajar mengingat nama orang. Bagaimana caranya? Yuk, ikuti tips di bawah ini! <h3>1. Kaitkan Nama dengan Ciri Khas Wajahnya </h3>Karena lebih mudah mengenali wajah, kita bisa mengingat namanya dengan mengaitkannya dengan ciri khas yang menonjol pada wajahnya. Misalnya, kita berkenalan dengan orang bernama Dudung yang hidungnya mancung. Kita bisa membuat catatan di kepala: "Dudung si hidung mancung". Kelemahan metode ini adalah kita membutuhkan usaha lebih untuk membayangkan seseorang dengan ciri khas yang menempel padanya. <h3>2. Fokus Dengarkan Namanya Saat Berkenalan </h3>Salah satu penyebab sering lupa adalah kita tidak benar-benar menyimak saat lawan bicara menyebutkan namanya. Kita cenderung basa-basi dan memikirkan kepentingan diri sendiri. Nah, supaya mengingat nama seseorang, cobalah fokus dengarkan nama lawan bicara ketika memperkenalkan diri. <h3>3. Ulangi Namanya </h3>Jika Anda pelupa, cobalah ulangi nama lawan bicara ketika berkenalan. Ketika mengulangi namanya, kita akan mendengar suara kita sendiri. Saat itulah, otak akan membentuk ingatan dan "memaksa" membuat koneksi antara nama dengan orang yang baru saja kita kenal. Dengan begitu, kemungkinan kita untuk melupakan nama orang akan berkurang. <h3>4. Tulis Namanya </h3>Setelah berkenalan, tulislah nama orang tersebut, entah di atas kertas atau di smartphone Anda. Hal ini cukup untuk membuat otak merekam nama lawan bicara sebagai sebuah ingatan. Sebagai basa-basi sebelum menulis nama lawan bicara, Anda bisa mencobanya sambil meminta kontak WhatsApp atau username Instagramnya. Baca Juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Umum/artikel/7-cara-menjaga-kesehatan-otak-bisa-bikin-tambah-pintar-1652180291837" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">7 Cara Menjaga Kesehatan Otak. Bisa Bikin Tambah Pintar!</a> <h3>5. Review Kegiatan Harian Sebelum Tidur </h3>Cara lain untuk mengingat nama adalah dengan mengingat kembali kegiatan selama seharian sebelum tidur, termasuk dengan siapa kita bertemu. Menurut berbagai studi, otak akan memproses informasi ketika tidur. Jadi, ketika kita mengingat kegiatan selama seharian sebelum tidur, ingatan akan peristiwa dan orang-orang yang kita temui di hari itu akan menempel di otak. Itulah alasan kenapa kita sering lupa nama tetapi ingat wajahnya. Jika Anda merasa sering melupakan sesuatu hingga mengganggu rutinitas sehari-hari, video call dokter di AlteaCare saja supaya dapat solusinya! Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan segera buat janji video call konsultasi dengan dokter andalan! Sumber: <ul><li>Science ABC. Diakses pada Desember 2022. Why Do We Forget People’s Names? </li><li>Mary B. Hargis, Mary C. Whatley, dan Alan D. Castel. (2021). Remembering Proper Names as a Potential Exception to the Better-than-Average Effect in Younger and Older Adults. Psychology and Aging, 35(4): 497–507 </li><li>Science Daily. Diakses pada Desember 2022. What's your name again? Lack of interest, not brain's ability, may be why we forget </li><li>Peter E. Morris, PhD. (2000). The Name Game: Using Retrieval Practice to Improve the Learning of Names. Journal of Experimental Psychology: Applied, Vol. 6, No. 2. </li><li>Memorize Academy. Diakses pada Desember 2022. How to Remember Names and Faces </li><li>Eat, Speak, Think. Diakses pada Desember 2022. 5 easy steps to remember names </li><li>Learning Center UNC. Diakses pada Desember 2022. Memorization Strategies </li></ul>

Sering Lupa Nama tapi Ingat Wajahnya? Ini Penyebabnya!

Sering ditanya kapan nikah bisa membuat kita stres - AlteaCare | Foto: Freepik

Bagi Anda yang jomblo, bertemu keluarga besar adalah hal yang menakutkan. Pasalnya, tak jarang muncul pertanyaan kapan nikah dari om, tante, atau saudara lainnya. Ditanya satu kali tidak masalah, tapi kalau berulang kali pasti buat kesal. Apalagi ketika umur Anda sudah hampir 30 tahun tapi tidak kunjung mendapatkan pendamping. Keluarga besar pasti kepo atau penasaran, dan bahkan membanding-bandingkan. “Dulu seumuran kamu, om dan tante sudah punya anak. Masa kamu belum nikah, kapan, nih, pasangannya dibawa?” Menurut Angie Nathania Devi, S.Psi, M.Psi, Psikolog Klinis RS Sumber Kasih, belum menikah di usia tertentu bukan berarti tidak ingin menikah. Namun, bagi sebagian orang pernikahan adalah hal yang sakral. Jadi, mereka tidak mau asal pilih pasangan hanya karena ada tuntutan dari keluarga. Perlu diakui, tidak semua orang nyaman dengan pertanyaan soal perkawinan. Apalagi kalau ditanya berulang sampai disindir-sindir. “Ini bisa membuat orang jadi terbebani, bisa menyebabkan stres,” tambah Angie saat bicara di live streaming AlteaTalk di akun Instagram AlteaCare (alteacare.id) pada Selasa, 18 April 2023. Yang jelas, kita tidak bisa mengontrol sikap orang lain, misalnya meminta mereka berhenti bertanya soal pernikahan. Yang bisa kita kontrol adalah respon dan cara menghadapinya. Yuk, simak tips jitu dari Psikolog Angie untuk menyikapi pertanyaan kapan nikah yang sering diajukan ketika bertemu keluarga besar, terutama di hari raya! Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/cara-bersikap-bodo-amat-walau-belum-punya-anak-1639453083667" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">Cara Bersikap Bodo Amat Walau Belum Punya Anak</a> <h2>Cara Menyikapi Pertanyaan Kapan Nikah dari Keluarga </h2>Begini cara yang tepat untuk serangan pertanyaan soal nikah dari keluarga besar saat silaturahmi lebaran: <h3>1. Dibawa Santai Saja </h3>Anda tidak perlu menanggapi pertanyaan kapan nikah dengan serius. Dibawa santai dan dijadikan bahan bercanda saja. Ini bisa jadi cara menyikapi yang menyenangkan. Pasalnya, pertanyaan seperti ini pasti akan selalu muncul saat bertemu keluarga besar. Tidak cuma saat lebaran, tapi juga dalam acara-acara lainnya. Kalau kita anggap serius, pasti akan ketemu lagi dengan pertanyaan serupa. Jadi, jika ditanya kapan nikah, Anda bisa jawab, “Bulan depan, ya. Tapi, om tante yang bayar biaya sewa gedung nikahnya, ya?” atau “Nikahnya minggu depan, kalau tidak hujan!” <h3>2. Bersikap Tegas </h3>Anda juga bisa punya pilihan untuk tegas saat ditanya soal pernikahan dari orang sekitar. Menurut Angie, Anda boleh bersikap seperti ini kalau merasa sudah cukup terganggu. Misalnya, setiap bertemu selalu ditanya begitu. Anda bisa minta pada orang yang bertanya supaya ganti topik pembahasan lain saja yang lebih menarik. <h3>3. Menghindar </h3>Kalau Anda sudah tidak mampu menjawab ketika ditanya kapan nikah, Angie menyarankan untuk menghindar saja. Menurutnya, ini adalah bentuk boundaries atau batasan yang bisa Anda lakukan. Dengan bersikap seperti ini, bukan berarti Anda membenci mereka yang mengutarakan pertanyaan tersebut. Tapi ini adalah upaya untuk menunjukkan sikap bahwa Anda tidak senang jika ditanya seperti itu. Apalagi bila ditanya dalam forum keluarga besar, yang hampir semua orang bisa dengar. Baca juga: <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/7-cara-mengatasi-self-talk-negatif-sebelum-jadi-overthinking-1648208146579" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">7 Cara Mengatasi Self-Talk Negatif Sebelum Jadi Overthinking</a> <h3>4. Ubah Perspektif </h3>Kita tidak bisa kontrol pertanyaan yang diutarakan orang lain, termasuk soal pernikahan. Nah, supaya tidak memicu emosi, Anda bisa respon dengan ubah perspektif. Menurut Angie, daripada kesal Anda bisa jadikan pertanyaan ini sebagai pecut. Anda bisa tentukan target menikah. Jadi, ketika ditanya lagi di kemudian hari Anda bisa jawab dengan jelas, tanpa harus menghindar ataupun berbohong. Itulah beberapa cara menghadapi pertanyaan kapan nikah saat bertemu keluarga besar di hari raya. Sobat Altea yang merasa galau, stres, atau banyak pikiran karena sering ditanya kapan tanggal pernikahannya, jangan takut bercerita dengan Psikolog berpengalaman di AlteaCare, ya! Yuk, unduh <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan buat janji dengan Psikolog andalan!

Bosan Ditanya Kapan Nikah? Begini Cara Menghadapinya!

Self compassion adalah perasaan berbelas kasih pada diri sendiri - AlteaCare | Foto: cookie_studio/Freepik

Menumbuhkan sikap berbelas kasih terhadap diri sendiri atau self compassion bisa memberi banyak manfaat bagi perkembangan diri kita. Ada banyak, lo, cara yang bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari! Tidak mulusnya perjalanan hidup terkadang membuat kita tertekan. Terutama ketika kita sudah melakukan yang terbaik tetapi tetap tidak membuahkan hasil. Di saat seperti inilah, kita perlu berhenti sejenak memecut diri dan memberi kritik terpedas pada diri sendiri. mengasihi diri sendiri. Berbelas kasihlah pada diri sendiri. Pahami bahwa kita pun perlu waktu untuk memulihkan luka di hati. Pada prinsipnya, self compassion adalah suatu sikap hangat dan penuh pengertian pada diri sendiri ketika sedang gagal atau menderita. Sepintas ini mungkin mirip dengan istilah <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/self-love-itu-penting-inilah-cara-agar-bisa-mencintai-diri-sendiri-1676383045662" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">self love</a>. Inti dari keduanya sebenarnya sama, yaitu memberikan perhatian pada diri sendiri Namun, ada bedanya. Self love merupakan tindakan menghargai diri sendiri melalui berbagai cara yang ditujukan untuk pertumbuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Sementara self compassion lebih menunjukkan empati kepada diri sendiri ketika merasa kecewa. Lalu, bagaimana cara berbelas kasih pada diri sendiri? Yuk, simak penjelasan berikut ini! <h2>3 Unsur dalam Self Compassion </h2>Menurut pakar psikologi dari University of Texas, terdapat tiga unsur penting dalam self compassion, yaitu berbelas kasih terhadap diri sendiri, memanusiakan diri sendiri, dan menyeimbangkan emosi. Berikut adalah penjelasan dari ketiga unsur tersebut. <h3>1. Belas Kasih kepada Diri Sendiri </h3>Kegagalan sering membuat kita merasa selalu tidak cukup baik, apa pun yang sudah diusahakan. Kita pun cenderung terus menekan diri sendiri. Dengan self compassion, kita bisa lebih menerima ketidaksempurnaan dan kegagalan. Kita juga lebih siap menerima kenyataan pahit daripada marah-marah. Meski begitu, bukan berarti kita menerima dengan pasrah begitu saja kegagalan yang dialami, ya! Berusaha untuk melakukan yang lebih baik tetap harus ada, dong! <h3>2. Memanusiakan Diri Sendiri </h3>Saking terlalu berfokus untuk mencapai sukses, kegagalan bisa bikin kita frustasi berat. Kita pun sering lupa bahwa kegagalan itu sebenarnya manusiawi. Semua orang pasti pernah gagal. Nah, dengan sikap self compassion kita jadi lebih sadar bahwa hal buruk yang kita alami pasti juga dialami orang lain. <h3>3. Menyeimbangkan Emosi </h3>Dengan self compassion, kita juga berusaha menyeimbangkan emosi positif dan negatif dalam diri. Menerima kekurangan bukan berarti kita harus positif sepanjang waktu. Biarkanlah emosi negatif tetap ada. Yang harus kita lakukan adalah melebarkan perspektif dan berpikir jauh ke depan. Dengan begitu, kita bisa lebih tenang menghadapi tantangan di depan. <h2>Cara Melakukan Self Compassion </h2>Menurut studi, menjalani hidup tanpa self compassion bisa menurunkan kesehatan fisik dan jiwa. Soalnya, kebiasaan menekan atau mengritik diri sendiri bisa mengaktifkan saraf simpatetik, sehingga memicu lonjakan hormon stres. Sementara studi lainnya yang dipublikasikan Frontiers in Psychology menyebutkan, teknik self compassion yang menekankan pada keseimbangan emosi dan pikiran, dapat menurunkan tingkat stres. Lalu, bagaimana praktiknya di kehidupan sehari-hari? Lakukan ini! <h3>1. Perlakukan Diri Seperti Memperlakukan Orang Lain </h3>Mungkin beberapa dari Sobat Altea kerap mementingkan kepentingan orang lain karena tidak ingin mengecewakan mereka. Nah, ada baiknya Anda sesekali juga memperhatikan diri sendiri. Jadi, kalau biasanya Anda menghibur teman yang sedang sedih atau patah hati, kini jadilah teman untuk diri Anda sendiri. Tidak masalah kalau mau menarik diri dari rutinitas dan tongkrongan untuk menenangkan diri. Yang harus diingat, Anda tidak harus selalu menyenangkan orang lain. Biarkanlah diri Anda "tidak sempurna" supaya batin lebih tenang. Menurut studi, cara ini juga dapat meningkatkan kadar oksitosin atau salah satu hormon kebahagiaan di dalam tubuh, lo! <h3>2. Menerima Emosi </h3>Bukan hanya kegagalan yang harus kita terima, tetapi juga emosi negatif. Terkadang, saat emosi negatif keluar, baik itu sedih atau marah, kita tidak mau mengakuinya. Bahkan, beberapa orang merasa bahwa emosi marahnya adalah hal yang buruk. Jika ini terjadi, cobalah mengakui bahwa emosi tersebut nyata. Daripada berkata "aku merasa buruk karena marah", lebih baik berkata "aku marah dan itu tidak apa-apa". <h3>3. Meditasi </h3>Meditasi akan membawa Anda ke "tempat yang lebih tenang". Soalnya, <a href="https://alteacare.com/konten/kategori/Kesehatan%20Jiwa/artikel/tips-meditasi-mudah-buat-pemula-tidak-pakai-ketiduran-1648520784534" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">meditasi</a> melibatkan latihan pernapasan yang membuat otak bekerja lebih baik dan bisa fokus pada diri sendiri. Selain meditasi, sensasi yang sama juga bisa Anda dapatkan melalui latihan yoga. <h3>4. Berbicara pada Orang yang Tepat </h3>Meski tujuan dari self compassion adalah berfokus pada diri sendiri, kehadiran orang lain juga penting untuk memberikan validasi atas diri kita. Namun, bicaralah pada orang yang tepat. Soalnya, orang yang salah hanya akan membuat Anda merasa tertekan dan merasa bahwa kebahagiaan harus sesuai dengan ekspektasi mereka. Lain halnya ketika Anda berbicara pada orang yang benar-benar mengenal Anda. Mereka akan membuat Anda merasa tidak sendiri dan dihargai. Itulah beberapa cara mempraktikkan self compassion dan manfaatnya. Sobat Altea yang merasa sangat stres dan butuh pertolongan profesional, jangan ragu untuk video call psikolog AlteaCare, ya! Anda juga bisa gunakan fitur Emotional Healing yang ada di beranda aplikasi. Yuk, unduh aplikasi <a href="http://onelink.to/alteacare" target="_blank" style="color: rgb(0, 0, 255);">AlteaCare</a> dan segera buat janji dengan dokter andalan! Sumber: <ul><li>Self Compassion. Diakses pada Februari 2023. Definition of Self-Compassion </li><li>Positive Psychology. Diakses pada Februari 2023. What Is Self-Compassion and What Is Self-Love? </li><li>Terese Eriksson, Linnea Germundsjö, Elisabeth Åström, dan Michael Rönnlund. (2018). Mindful Self-Compassion Training Reduces Stress and Burnout Symptoms Among Practicing Psychologists: A Randomized Controlled Trial of a Brief Web-Based Intervention. Frontiers in Psychology, Volume 9 </li><li>Stanford Medicine. Diakses pada Februari 2023. The Scientific Benefits of Self-Compassion </li><li>Positive Psychology. Diakses pada Februari 2023. How to Practice Self-Compassion: 8 Techniques and Tips </li></ul>