Mengenal Toxic Positivity dan Ciri-cirinya. Harus Waspada!

Ditulis oleh : Theofilus Richard
Ditinjau oleh : dr. Rizky Amalia Sharfina
Bijaklah saat menyimak curhat teman agar terjadi toxic positivity - AlteaCare | Foto: Envato

Bijaklah saat menyimak curhat teman agar terjadi toxic positivity - AlteaCare | Foto: Envato

Rabu, 30 Maret 2022

Anda pernah alami situasi buruk tetapi saat curhat ke teman atau keluarga, malah disuruh berpikir positif? Nah, saat itulah Anda mengalami apa yang disebut toxic positivity.

Dalam hidup, ada banyak hal di luar dugaan yang bisa terjadi. Seperti mengalami peristiwa yang berdampak buruk pada kita secara fisik, finansial, atau psikis.

Segala hal sudah dilakukan tapi belum berhasil. Saat mau mengeluh, kita menganggap seharusnya kita berpikir positif. Saat akhirnya memberanikan diri untuk curhat dengan orang terdekat, mereka juga menyuruh kita untuk bersikap positif.

Stop, stop, sampai sini. Sepertinya Anda terjebak dalam toxic positivity, nih?

Apa itu toxic positivity?

Para ahli dari University of Washington membedakan toxic positivity menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu emosi internal dan emosi yang diproyeksikan kepada orang lain. Intinya adalah asumsi yang diberikan terhadap diri sendiri maupun orang lain, untuk berpikiran positif tanpa peduli situasi sulit yang terjadi.

Toxic positivity dapat berupa respon tanpa empati terhadap penderitaan seseorang atau diri sendiri, sehingga bisa menimbulkan rasa tidak nyaman. Sebenarnya, toxic positivity tidak diawali dengan niat buruk, namun sering terjadi ketika kita ingin membantu, tapi tidak tahu apa yang harus dikatakan.

Baca Juga: Cara Bersikap Bodo Amat Walau Belum Punya Anak

Ciri-ciri toxic positivity

Bagaimana membedakan antara cara berpikir positif dengan toxic positivity? Berikut ini beberapa ciri khas sikap positif yang toxic:

Terhadap diri sendiri:

  • Menyembunyikan perasaan sebenarnya
  • Berpikiran "jalani saja dulu" dan mengesampingkan emosi
  • Merasa bersalah terhadap yang dirasakan
  • Mengesampingkan hal yang mengganggu dengan berkata "Yah,... beginilah adanya"

Terhadap orang lain:

  • Mengesampingkan perasaan orang lain dengan memberikan kutipan-kutipan bijak atau positif
  • Memberi sudut pandang lain pada orang yang mengalami musibah, bukannya menerima perasaan mereka
  • Meremehkan atau meledek orang yang sedang mengungkapkan rasa frustasinya

Sedangkan kalimat-kalimat andalan paling sering terdengar dari teman maupun keluarga (ataupun diri sendiri) yang sifatnya toxic misalnya:

  • "Coba lihat hikmahnya!"
  • "Syukuri saja apa yang dimiliki"
  • "Nanti juga ada titik terangnya"
  • “Ah, masih mending begitu. Saya lebih parah, nih…”
  • “Jangan overthinking, ah!
  • “Mungkin kurang ibadah aja, sih
  • Enggak mungkin depresi, deh. Mungkin kecapekan aja karena banyak pekerjaan!”

Dampak Toxic Positivity

Menurut Journal of Abnormal Psychology menyembunyikan emosi dapat berdampak negatif. Bukannya Anda menjadi tenang dalam menghadapi situasi sulit, hal-hal seperti ini yang malah bisa terjadi:

  • muncul rasa malu, marah, bahkan makin stres
  • tidak bisa berpikir jernih dan sulit menemukan jalan keluar masalah
  • kita jadi berbalik menutup diri dan semakin sulit mengekspresikan diri, berkomunikasi, dan menjalin relasi dengan orang lain, termasuk pasangan

7 Cara mengatasi toxic positivity

Setelah tahu ciri-ciri toxic positivity, baik dari diri sendiri maupun orang lain, lakukan beberapa hal ini:

1. Terima dan olah emosi dan perasaan

Amini semua perasaan dan emosi negatif yang melanda diri Anda. Mulai dari rasa sedih, marah, frustrasi, stres, dan lain-lain. Terima semua itu, jangan ditolak atau disangkal!.

Setelahnya, olah emosi negatif itu sehingga Anda memiliki harapan akan masa depan. Misalnya, ketika kehilangan pekerjaan, Anda boleh bersedih dan frustasi. Setelahnya, Anda juga harus memiliki harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang.

2. Tidak masalah jika Anda merasa tidak baik-baik saja

Saat sedang stres berat, bisa jadi Anda merasa lebih lelah dari biasanya. Izinkan tubuh Anda beristirahat dan bebaskan diri dari merasa bersalah. Sesekali dalam hidup, tidak ada salahnya jika Anda berada dalam kondisi terpuruk dan down.

3. Kurangi aktivitas di media sosial

Media sosial lebih sering memperlihatkan momen bahagia banyak orang. Ini bisa bikin Anda berpikir bahwa kehidupan orang lain jauh lebih baik, sehingga muncul rasa kesepian dan malu terhadap diri sendiri. Maka dari itu, ambil cuti dulu dari media sosial.

Baca Juga: “Digital Detox” Baik untuk Kesehatan Mental, Berani Coba?

4. Kembali pada kebiasaan baik

Untuk membuat diri menjadi lebih baik, mulailah dengan langkah kecil. Saat mental Anda sedang tertekan, jangan mencoba sesuatu yang baru yang Anda pikir bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik.

Namun, lakukanlah hal-hal baik yang sudah Anda tahu sebelumnya. Misalnya, kembali bersepeda dengan rute baru yang belum pernah dilewati sebelumnya. Ini bisa bikin Anda jadi lebih baik!

Nah, bagaimana kalau situasinya terbalik: Anda yang dicurhati orang terdekat yang sedang mengalami masalah?

Lakukan tips berikut ini:

  • Saat orang terdekat minta waktu untuk curhat, dengarkan tanpa memberi komentar
  • Terima emosi yang mereka perlihatkan tanpa menghakimi
  • Setelah selesai bercerita, tanyakan apakah mereka perlu komentar atau saran Anda? Sebab, terkadang orang hanya butuh didengarkan supaya bisa melepaskan beban pikirannya
  • Bila Anda dimintai saran, hindari mempermalukan atau meremehkan masalahnya. Bila masalahnya pelik, sarankan untuk minta bantuan dari profesional

Manfaatkan telekonsultasi di AlteaCare dengan dokter spesialis kejiwaan ataupun psikolog agar bisa berdiskusi secara personal dengan ahlinya. Anda bisa dapatkan teman bicara yang tepercaya dan saran yang dibutuhkan. Yuk, download, registrasi, dan buat janji telekonsultasi di AlteaCare sekarang!



Sumber:

  • Healthline. Diakses pada Februari 2022. ‘Toxic Positivity’ Is Real — and It’s a Big Problem During the Pandemic
  • University of Washington School of Medicine. Diakses pada Februari 2022. What You Need to Know About Toxic Positivity
  • The Psychology Group. Diakses pada Februari 2022. Why Toxic Positivity is Bad for Our Health
  • Gross, J. J., & Levenson, R. W. (1997). Hiding feelings: the acute effects of inhibiting negative and positive emotion. Journal of abnormal psychology, 106(1), 95.
0 Disukai
0 Komentar