6 Gejala Trauma pada Anak yang Perlu Diketahui Orangtua

Ditulis oleh : Theofilus Richard
Ditinjau oleh : Fairuz Fakhrana Linati, S.Psi
Orangtua perlu cermat mengamati gejala trauma pada anak - AlteaCare | Foto: Envato

Orangtua perlu cermat mengamati gejala trauma pada anak - AlteaCare | Foto: Envato

Senin, 27 Februari 2023

Berbagai peristiwa negatif di masa lalu dapat membekas dalam diri anak, baik secara mental maupun emosional, sehingga akhirnya menimbulkan trauma. Untuk itu, orangtua perlu lebih peka dalam membaca gejala trauma pada anak.

Di balik sikap polos dan ceria yang diperlihatkannya setiap hari, anak dapat menyimpan kejadian-kejadian yang buruk di dalam ingatannya. Mulai dari pengalaman kecelakaan, kehilangan orang yang disayang, jadi korban perundungan, mendapatkan kekerasan di rumah atau sekolah, dilecehkan, dan lain-lain.

Akibatnya pun tidak main-main. Anak bisa mengalami trauma, yang kemudian membuatnya rendah diri, serta mengalami depresi maupun gangguan kecemasan.

Jika tidak ditangani secara baik, trauma bisa membuat anak mencari pelarian ke arah negatif. Akibatnya, ia bisa terjebak dalam penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.

Nah, supaya hal itu tidak sampai terjadi, kita perlu tahu gejala trauma yang dialami oleh anak. Apa saja itu? Yuk, simak uraian lengkap berikut ini!

6 Gejala Trauma pada Anak

Anak yang mengalami trauma umumnya sulit untuk mengidentifikasi, mengekspresikan, serta mengelola emosinya. Itu sebabnya, respons yang diberikan juga tidak dapat diduga, terutama saat emosinya sedang tinggi.

Beberapa perubahan perilaku ini umumnya diperlihatkan oleh anak yang mengalami trauma tertentu:

1. Tidak Mau Lagi Pergi ke Sekolah

Gejala pertama yang terlihat jelas ketika anak mengalami trauma adalah menolak pergi ke sekolah. Jika hal ini terjadi, tanyakan alasannya pada anak Anda dengan pendekatan yang halus.

Coba cari tahu, apakah ia takut dengan teman yang merundungnya, atau ada staf sekolah yang melakukan kekerasan. atau karena tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah?

Mencari tahu alasannya itu sangat penting. Meski menolak bersekolah tidak termasuk dalam kriteria diagnosis gangguan kesehatan mental, perubahan ini bisa menjadi satu gejala yang bisa berhubungan dengan gangguan lain. Antara lain:

Bila dibiarkan, dalam jangka panjang penolakanke sekolah bisa berdampak terhadap perkembangan kemampuan sosial, emosional, dan pendidikannya. Jadi, sangat penting untuk mengidentifikasi gejala ini sedini mungkin.

Baca Juga: Depresi Anak Meningkat Saat Pandemi, Ortu Perlu Lakukan Ini

2. Jadi Pendiam

Bila anak yang tadinya periang tiba-tiba jadi sangat pendiam, Anda harus curiga. Bisa saja terjadi sesuatu padanya.

Menurut the Journal of Lifelong Learning in Psychiatry, mengalami peristiwa traumatis bisa membuat anak kemudian berusaha menyangkal perasaan dalam dirinya sendiri. Setelah itu, anak dapat saja menutup diri secara emosional (emotional shutdown) dan tampak seperti mati rasa.

Kondisi inilah yang kemudian membuatnya jadi lebih banyak diam.

Banyak orangtua yang luput dari gejala ini. Sebab, dari luar anak tampaknya baik-baik saja dan bisa menjalani aktivitas sehari-harinya. Hanya saja, bila diamati, ia seperti tak punya emosi.

3. Sering Berhalusinasi

Trauma yang cukup berat juga dapat menyebabkan anak mengalami halusinasi. Halusinasi tersebut dapat berupa didatangi "hantu" orang yang disayanginya atau bayangan dari sesuatu yang dikenalnya.

Menurut pakar psikologi, halusinasi itu merupakan indikasi bahwa kejiwaan seorang anak sedang terguncang. Ketika anak mengalami hal ini, cobalah meminta bantuan psikolog atau psikiater memberikan terapi.

4. Jadi Mudah Marah

Perubahan sifat tiba-tiba jadi pemarah bisa menjadi gejala trauma pada anak yang juga perlu diwaspadai.

Kemarahan yang meluap-luap, termasuk terhadap diri sendiri, kerap ditemukan pada anak yang pernah alami peristiwa traumatis, seperti kekerasan yang berulang atau dalam jangka panjang.

Perilaku ini dapat berdampak buruk jika terus dibiarkan. Menurut pakar, saat besar anak bisa mengalami gangguan kepribadian seperti antisosial, gangguan kepribadian ambang, narsistik, dan gangguan kepribadian ganda.

5. Mengalami Gangguan Tidur

Trauma pada anak bisa menurunkan kualitas hidupnya, termasuk juga kualitas tidurnya.

Penelitian di Journal of Child & Adolescent Trauma menyebutkan, banyak anak dengan trauma kerap mengalami gangguan tidur, misalnya:

  • sering mimpi buruk
  • sulit terlelap
  • sering merasa sangat kelelahan
  • tidur lebih sering daripada anak lain
  • tidur lebih jarang daripada anak lain
  • tidur sambil berjalan atau sambil berbicara

Baca Juga: 6 Dampak Broken Home pada Anak. Bisa Depresi!

6. Gangguan Pola Makan

Selain pola tidur, pola makan pada anak dengan trauma juga bisa berantakan. Akibatnya pun tidak hanya terlihat secara fisik, namun juga mental.

Gangguan pola makan bisa menjadi pertanda bahwa anak mengalami depresi, kecemasan, gangguan body image, masalah marah, dan gangguan lainnya.

Itulah sejumlah gejala trauma pada anak yang harus kita sadari sebagai orangtua.

Jangan ragu untuk segera membawa anak ke psikolog bila tanda-tanda ini terlihat. Bila anak sulit diajak keluar, Anda bisa membujuknya untuk bicara dengan psikolog melalui video call dari rumah, sehingga ia bisa merasa lebih nyaman.

Yuk, unduh aplikasi AlteaCare dan segera buat janji dengan psikolog andalan!





Sumber:

  • Substance Abuse and Mental Health Services Administration. Diakses pada Oktober 2022. Understanding Child Trauma
  • Downey, C., & Crummy, A. (2022). The impact of childhood trauma on children's wellbeing and adult behavior. European Journal of Trauma & Dissociation, 6(1), 100237.
  • Kawsar, M. D. S., Yilanli, M., & Marwaha, R. (2022). School Refusal. In StatPearls. StatPearls Publishing.
  • Terr, L. C. (2003). Childhood traumas: An outline and overview. Focus, 1(3), 322-334.
  • Wamser-Nanney, R., & Chesher, R. E. (2018). Presence of sleep disturbances among child trauma survivors: Comparison of caregiver and child reports. Journal of Child & Adolescent Trauma, 11(4), 391-399.
  • Rabito-Alcon, M. F., Baile, J. I., & Vanderlinden, J. (2021). Mediating factors between childhood traumatic experiences and eating disorders development: a systematic review. Children, 8(2), 114.
0 Disukai
0 Komentar